Penggelaran sistem transmisi digital
yang menggunakan sistem twisted pair dan
kabel koaksial membangun trend menuju digitisasi jaringan telepon pada tahun
1960-an dan 1970-an. Sistem-sistem digital yang baru ini memberikan keuntungan
ekonomis yang signifikan jika dibandingkan dengan sistem-sistem analog yang
terdahulu. Sistem transmisi serat optik, yang diperkenalkan pada tahun 1970-an,
menawarkan keuntungan yang lebih besar atas sistem transmisi digital berbasis
tembaga dan menghasilkan suatu akselerasi yang dramatis atas laju menuju
digitisasi jaringan.
Sistem transmisi T-1 tipikal
atau koaksial membutuhkan repeater pada setiap jarak 2km. Di lain pihak, sistem-sistem serat optik
mempunyai jarak repeater maksimum pada orde puluhan hingga ratusan kilometer.
Oleh karena itu, penerapan sistem serat optik telah menghasilkan penurunan
(penghematan) biaya besar-besaran dalam transmisi digital. Sistem-sistem serat
optik juga telah memungkinkan penurunan dramatis dalam ruang yang dibutuhkan
untuk mengakomodasi kabel-kabel tersebut. Suatu strand serat optik tunggal jauh
lebih tipis ketimbang twisted pair atau kabel koaksial.
Oleh karena serat optik tunggal dapat mengangkut laju transmisi yang jauh lebih
besar ketimbang sistem tembaga, suatu kabel tunggal serat optik dapat
menggantikan banyak kabel kawat tembaga. Disamping itu, serat optik tidak
memancarkan energi yang signifikan dan tidak menangkap interferensi dari
sumber-sumber eksternal. Jadi, dibandingkan dengan transmisi listrik,
serat-serat optik lebih aman dari penyadapan dan juga kebal terhadap
interferensi dan crosstalk.
Serat
optik terdiri
atas silinder kaca yang amat halus (core) yang dikelilingi dengan suatu lapisan
konsentris kaca (cladding) .
Informasi itu sendiri ditransmisikan lewat core dalam bentuk berkas cahaya yang
berfluktuasi. Inti atau core mempunyai densitas optis (indeks refraksi) yang
sedikit lebih tinggi ketimbang cladding. Rasio indeks refraksi kedua kaca itu
menentukan sudut kritis θc .
Bila suatu berkas cahaya dari core mendekati cladding pada sudut yang lebih
kecil daripada θc, maka
berkas itu akan dipantulkan seluruhnya ke core. Dengan cara ini berkas cahaya
dipandu dalam serat.
Atenuasi dalam serat dapat dipertahankan pada tingkat yang
rendah dengan mengontrol impurity (pengotor) yang terdapat dalam kaca. Ketika
ditemukan pada tahun 1970, serat optik mempunyai kehilangan (loss) sebesar 20
dB per kilometer. Dalam tempo 10 tahun sistem-sistem dengan kehilangan 0,2 dB/km
sudah ditemukan. Atenuasi minimum serat optik bervariasi sesuai dengan panjang
gelombang sinyal. Sistem-sistem yang beroperasi pada panjang gelombang 850
nanometer (nm), 1300 nm, dan 1550 nm menempati daerah-daerah dengan atenuasi
yang rendah. Puncak atenuasi terjadi akibat residu uap air yang ada dalam serat
kaca. Sistem transmisi serat optik yang dulu beroperasi pada daerah 850 nm pada
bit rate raturan megabit per detik dan menggunakan dioda emisi cahaya (LED)
yang relatif murah sebagai sumber cahaya. Sistem-sistem dari generasi kedua dan
ketiga menggunakan sumber laser dan beroperasi dalam daerah 1300 nm dan 1500 nm
yang mencapai laju bit (bit rate) Gigabit/dtk.
Suatu serat multimode
mempunyai input berkas cahaya yang mencapai receiver melalui jalur-jalur ganda,
seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3.46a. disini, berkas cahaya yang
pertama tiba di suatu jalur langsung, dan berkas kedua tiba melalui suatu jalur
pantul. Selisih delay antara kedua jalur ini menyebabkan berkas-berkas cahay
tersebut saling berinterferensi. Jumlah interferensi bergantung pada durasi
suatu pulsa relatif terhadap delay jalur. Kehadiran jalur-jalur membatasi laju
bit maksimum yang dpaat dicapai dengan menggunakan serat multimode. Dengan
membuat core (inti) serat yang jau lebih sempit, terbuka kemungkinan untuk
membatasi perambatan (propagasi) ke jalur langsung tunggal. Serat-serat mode tunggal ini dapat
mencapai kecepatan hingga orde gigabit/detik atas ratusan kilometer.
Pada sistem transmisi serat optik,
Transmitter terdiri atas suatu sumber cahaya yang dapat dimodulasi berdasarkan
suatu sinyal input listrik untuk menghasilkan suatu berkas cahaya yang
disisipkan kedalam serat. Biasanya sekuens informasi biner dipetakan pada suatu
sekuens pulsa on/off pada panjang gelombang tertentu. Suatu detektor optis pada
ujung receiver sistem itu mengkonversikan sinyal optis yang diterima kedalam
suatu sinyal listrik yang daripadanya informasi asli dapat dideteksi
Daerah di sekitar 1300 nm mengandung suatu pita dengan
atenuasi kurang daripada 0,5 dB/km. daerah ini mempunyai lebar pita 25
terahertz. Satu terahertz sama dengan 1012 Hertz, yakni satu milyar
Hertz. Daerah sekitar 1550 nm memiliki pita yang lain dengan atenuasi hanya 0,2
dB/km [Mukherjee 1997). Daerah ini mempunyai lebar pita kira-kira 25 THz.
Jelaslah, sistem transmisi optis yang ada masih jauh dari penggunaan lebar pita
ini.
Wavelength-division multiplexing (WDM) adalah sebuah pendekatan yang berusaha mengeksploitasi lebih
banyak bandwith yang tersedia. Dalam WDM panjang gelombang digunakan untuk
membawa secara simultan beberapa arus informasi pada serat yang sama. WDM
adalah suatu bentuk multiplexing . Sistem-sistem WDM pertama menangani 16
panjang gelombang yang masing-masing mentransmisikan 2,5 Gbps untuk keseluruhan
40 Gbps. Sistem-sistem ini dapat merentang jarak lebih daripada 300 km.
sistem-sistem WDM yang padat dapat menyediakan 160 panjang gelombang, yang
masing-masing beroperasi pada 10 Gbps untuk keseluruhan 1600 Gbps.
Oleh karena pulsa cahaya merambat lewat serat, pulsa menjadi
tersebar keluar. Dispersi ini membatasi waktu minimum antara deretan pulsa dan,
karena itu, mempengaruhi laju bit (bit rate). Di sini terbentuk suatu pulsa
khusus, yang dinamakan soliton, yang
mempertahankan bentuknya ketika merambat lewat serat. Eksperimen telah
mendemonstrasikan bahwa soliton dapat mencapai kecepatan 80 Gbps hingga jarak
10.000 km. Uji lapangan terdahulu memperlihatkan transmisi soliton pada laju 10
Gbps pada jarak 200 km. Sistem-sistem yang berbasis soliton menjanjikan sistem
transmisi digital tanpa repeater dan dengan kecepatan yang amat tinggi.